Baskara baru saja mengusir kabut. Rerumputan lereng dataran tinggi Pacet, Mojokerto masih basah oleh embun. Lintasan menanjak di depan Kampus Universitas KH. Abdul Chalim masih cenderung senyap. Toko retail saja masih tutup. Mahasantri pun kembali ke peraduan rampung shalat Shubuh berjama'ah di masjid. Lelah tapi tidak bisa tidur, karena pikiran saya (Brilly El-Rasheed) masih 'bising' dengan lalu lalang tiga fatwa unik yang semalam saya dengar.
Sembilan jam sebelumnya, saya menatap tajam Syaikh Prof. Dr. Ahmed Mamdouh Sa’d yang duduk di panggung Guest House UAC. Sembari terbelalak, otak saya seperti tercambuk. Sekjen Darul-Ifta` Mesir tersebut dalam Dars Kitab ‘Umdah Al-Ahkam menggulirkan tiga fatwa yang bagi saya dan lebih dari 100 milenial di lokasi terbilang mengejutkan. Fatwa pertama beliau pada malam tadi, 28/12/2025, ialah bahwa astronot tidak wajib shalat maktubah (lima waktu) sama sekali selama di luar bumi. Fatwa ini sudah saya dokumentasi di website Jatman Jatim berikut ini.
Fatwa kedua dari murid Syaikh Prof. Dr. ‘Aliyy Jum’ah ini adalah ketika seseorang ‘terjebak’ dengan situasi tol yang tidak mungkin untuk berhenti shalat fardhu, maka shalat apapun keadaannya li hurmat al-waqt jika waktu shalat kemungkinan akan terlewat sebelum kendaraan bisa berhenti, lalu mengulang shalat secara sempurna ketika sudah bisa berada dalam kondisi normal, adapun di pesawat maka tidak ada situasi darurat seperti tadi, bisa ambil tempat untuk shalat fardhu, sesuai arahan awak kabin.
Fatwa unik ketiga dari sosok ulama Al-Azhar yang murah senyum dan kadang kala bercanda di tengah-tengah majelis ini yaitu zina termasuk kabair (dosa besar). Pelakunya berstatus fasiq kalau tidak taubat. Bukan syarat sah shalat ‘adalatul-imam. Imam Ath-Thahawiyy mengatakan dalam aqidah beliau, “wa nushalli ma’a kulli barrin wa fajirin.” Orang harus husnuzhzhann sampai ada bukti. Khawatirnya banyak orang menghukumi hanya berdasar zhann. Kaedahnya yakni Al-Mauhum ka Al-Ma’dum.
Syaikh Prof. Mamdouh mengimbuhkan sebuah pengalaman intelektual dalam anekdot faktual, “Pernah saya bersama Syaikh Prof. Dr. Aliyy Jum’ah ketika menjadi Mufti padahal masih berusia empat puluhan tahun, di Lajnah Ifta, ada orang mengaku pengikut Salaf Shalih bertanya, “Apa hukum anak mengetahui ayahnya berzina?” maka Syaikh Jum’ah balik bertanya, “Dari mana kamu tahu?” Penanya menjawab, “Karena dia bersama seorang wanita.” Maka Syaikh Jum’ah menjawab, “Bisa jadi wanita itu istrinya karena seseorang sah menikah tanpa ada syarat memberi tahu anaknya.”.”
Trio-advis Mufti Mesir ini membuat perut terasa kenyang. Biasanya sepagi ini sudah bersantap sarapan. Dalam lamunan, sofa podium yang masih ditemarami sorot cahaya elektrik seakan-akan masih diduduki Syaikh Prof. Mamdouh. Terngiang-ngiang ilmu baru yang seumpama zabarjad, bagi saya. Benar sekali beberapa laman berita merangkum kepribadian beliau sebagai pengusung manhaj wasathiyy, sebagaimana para Masyayikh terdahulu. Terbukti pula dalam narasi-narasi beliau sebelum melontarkan tiga fatwa ini tatkala beliau mengulas Kitab 'Umdah Al-Ahkam nomor 65 sampai 78, bisa dibaca di situs Asmaul Husna Universe, kunjungi pranala berikut ini.
Redaktur: H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd., C.Ed.

.jpg)